Si Timbul Jadi Pengamen... Part 1.
Loading...
Suara Balige,- Panggil saja nama ku Timbul. Dari Medan ku langkahkan kakiku hanya untuk mengejar impian ke Jakarta. Namun impian itu sungguh sangat sulit untuk di raih. Aku hanya ingin jadi orang sukses namun tidak punya cita - cita. Sedih di rasa namun apa daya jika sudah melangkah pasti akan malu pulang tanpa kesuksesan.
Akhirnya aku mencari kerja dan menaruh lamaran di seluruh tempat yang buka lowongan kerja. Dari 1000 lamaran yang aku masukkan tiada satu pun yang menerima. Sungguh lah kejam Jakarta ini lebih kejam dari Ibu Tiri pikirku dalam hati. Niat langkah yang baik ternyata tidak semuanya sesuai dengan keinginan yang baik juga.
Aku mencari jejak cerita hidup orang - orang sukses. Yang katanya " Asal halal lanjutkan terus"... Hahahaha.... Akhirnya karena tiada kenalan dan saudara aku terpaksa jadi pengamen di jalanan Ibukota. Niat ngamen tanpa malu sudah jadi jawaban dan tantangan. Akhirnya semua yang ku tahu mengenai musik aku tuangkan dari rasa lapar. Semakin lapar perut ini maka suara ini semakin kencang agar perut yang berkeroncongan ini tidak terdengar saat ngamen. Hahahaha... Ternyata perut juga bisa bicara pikirku dalam hati... Kwakwakwak...
Semakin ku melangkah semakin berat kurasakan kakiku. Namun ternyata pemikiran yang baik menghasilkan niat yang baik juga. Akhirnya mata ku tertuju kepada suatu gedung yang disana terdapat orang berkumpul memuji Tuhan walau yang ku tahu bahwa Tuhan itu bagaikan dongeng bagiku dalam hati. Bagaimanalah bukan dongeng karena hanya identitas saja kristen tapi tidak pernah Gereja.
Akhirnya aku mencoba masuk Gereja. Pertama masuk gak ngerti sama sekali apa yang di sampaikan Pendeta tersebut.Aku hanya duduk dan dengar saja tapi tidak tahu maksud dari khotbah tersebut.Akhirnya rasa penasaran akan Tuhan timbul menjadi kerinduan dalam arti kata kerinduan melihat cewe cantik di Gereja. Hahaha....
Dasar memang hati ini bandel dari kampung yang masih terbawa bawa di perantauan. Akhirnya semakin rajin lah niat hati ke Gereja karena ada si Cantik ini. Tidak masalah sendal jepit pun ku pakai asal ku lihat wajahmu yang cantik itu. Hahahaha.... Lama kelamaan aku sadar bahwa profesi ngamen ini tidak bisa membuat si cantik jatuh hati kepadaku karena si cantik saja jungkir balik cari makanannya masa aku hanya karena di kasihani orang saat ngamen untuk cari makan di masa depan?
Akhirnya aku ikut di dalam pemuda Gereja kala itu dan mulai belajar main musik. Jadilah aku pemain gitar di sekolah minggu . Pertama di sekolah minggu, baru masuk di sekolah minggu saja semua anak pada menangis cuma lihat muka ku. Akhirnya aku mulai mempelajari hati anak anak sekolah minggu.
Bersambung.....
Loading...
KOMENTAR